Sinopsis Film Dilan 1990 - PAGI, Bandung 1990. Kabut tipis hadir di sela sinar matahari yang masih malu-malu menampakan diri. Suara motor tua memecah keheningan di pagi itu. mbakminah
Milea (Vanesha Prescilla) berjalan kaki sendirian menuju sekolah. Sudah hampir dua minggu dia sekolah di SMA yang berlokasi di Buahbatu, Bandung.
Milea adalah anak baru, pindahan dari Ibu Kota. Sang Ibu (Happy Salma) adalah orang Sunda, sedangkan ayahnya (M Farhan) seorang tentara asal Sumatera Barat. Milea tidak pernah mengira, jika pertemuan pertama dia dengan Dilan (Iqbaal Ramadhan) awal hari itu akan mengubah hari-harinya.
Milea dan Dilan |
Sosok Dilan dikenal sebagai siswa bandel di sekolah. Dia adalah ketua geng motor terkenal di Bandung. Setiap ada keributan di sekolah, Dilan dan teman-temannya selalu jadi biang onar. Pernah suatu hari, Dilan dan teman-temannya mangkir upacara. Akibatnya, guru BP, Suripto (Teuku Rifnu Wikana) menghukum (strap) Dilan beserta teman-temannya. Ketika upacara masih berlangsung. Kelakuan nakal Dilan yang lain adalah merubuhkan dinding pembatas kelas, karena kelasnya dan kelas Milea bersebelahan.
Dilan |
Awalnya, Milea tak menganggap Dilan. Dia kerap cuek saat berhadapan si peramal ~panggilan Milea untuk Dilan~ itu. Terlebih, Milea sudah punya pacar di Jakarta, Beni (Brandon Salim).
Tetapi, perhatian Dilan yang unik terhadap Milea membuat dara cantik itu diam-diam memikirkan Dilan.
Dilan menjadi sosok antimainstream di kehidupan Milea.
Saat cowok lain memberikan kado boneka ketika Milea berulang tahun, Dilan justru memberi buku teka-teki silang dan surat pendek. Belum lagi kebiasaan-kebiasaan kocak Dilan ketika menelefon Milea.
Milea pun salut dengan keberanian Dilan main ke rumahnya dan bertemu dengan ayahnya.
Cerita cinta Dilan dan Milea berjalan layaknya kisah cinta anak SMA pada umumnya. Mereka PDKT, jalan bareng, dan sampai pada satu titik Milea diberi kesempatan untuk memilih Dilan atau Beni.
Dilan 1990 |
Kisah cinta anak SMA mungkin terlalu biasa saja, namun setting kisah cinta di Bandung era 1990-an itu yang membuat kisah asmara Dilan dan Milea tidak biasa.
Masa PDKT Dilan dan Milea terbilang mengasyikan. Tanpa ada gadget di masa itu, Dilan harus menelefon Milea menggunakan telepon umum koin kalau ingin ngobrol atau datang ke rumah Milea langsung jika ingin bertemu. Hal-hal yang mungkin saat ini sudah tidak ada, karena kecanggihan gadget serta aplikasi chatting.
Salah satu adegan dalam film Dilan 1990 |
Hubungan manis Dilan dan Milea tak selalu mulus. Ada masanya juga Dilan bikin masalah dan kembali berurusan dengan guru di sekolah. Di lain waktu, Dilan sempat berkelahi dengan temannya karena sang teman tak sengaja berurusan dengan Milea.
Milea bahkan pernah marah saat tahu Dilan akan terlibat tawuran geng motor. Dia sangat cemas dan tidak ingin Dilan terlibat dalam perkelahian lagi.
Dengan akhir cerita yang sedikit menggantung, kreator film yaitu sutradara Fajar Bustomi dan Pidi Baiq sepertinya ingin membuat penonton penasaran dengan kelanjutan kisah kasih Dilan dan Milea. Walau penonton dapat bernapas lega di akhir adegan Dilan dan Milea, namun catatan khusus di akhir film yang berbunyi "sampai jumpa pada Dilan 1991" menggelitik keingin tahuan penonton apa yang akan terjadi dengan dua sejoli itu kemudian.
Cover Film Dilan 1990 dan Novel Dilan |
Film Dilan 1990 yang mulai ditayangkan 25 Januari 2018 lalu, diangkat dari novel laris berjudul serupa yang ditulis oleh Pidi Baiq. Sedangkan untuk skenario film, Pidi mempercayakannya kepada penulis Titien Wattimena.
Titien dikenal sebagai penulis skenario film handal. Beberapa film hasil sekenarionya diantaranya adalah film Mengejar Matahari (2004), Love (2008), Minggu Pagi Di Victoria Park (2010), dan ? (Tanda Tanya) (2011). Kerjasama Pidi dan Titien menghasilkan naskah yang berhasil mentransformasikan bahasa novel menjadi visual yang layak dinikmati.
Bandung awal Tahun 1990
Dalam durasi sekitar 110 menit, penonton akan menikmati alur dinamis kisah Dilan dan Milea. Setting film yang mewujudkan suasana Bandung di awal 1990 terasa detail. Rumah-rumah tua dan sekolah yang digunakan untuk shooting menjadi faktor yang memperkuat film.
Penampilan Dilan, Milea, dan teman-temannya di sekolah terlihat wajar layaknya anak SMA. Tidak ada make up berlebih atau baju seragam yang seksi. Mereka bersepatu Warrior atau kets, mengenakan jaket karena ketika itu Bandung masih sangat dingin saat pagi hari, dan naik angkutan kota tanpa membawa smartphone.
Dilan 1990 akan mengingatkan penonton yang melewati masa remaja di era itu kalau tanpa gawai, komunikasi bisa lancar. Interaksi antarmanusia sebagai makhluk sosial di film itu seperti menyadarkan kalau gadget sudah sangat mengubah pola hubungan manusia saat ini.
Chemistry Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilla
Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilla |
Pemilihan Iqbaal dan Vanesha menjadi dua aktor utama tampaknya tidak salah. Chemistry mereka terjalin baik. Mereka berhasil meyakinkan penonton kalau mereka adalah Dilan dan Milea yang sedang kasmaran.
Seusai pemutaran perdana di Cihampelas Walk Jalan Cihampelas Kota Bandung, Rabu 17 Januari 2018, Iqbaal mengatakan, sebelum shooting dia banyak berdiskusi dengan Pidi Baiq, Fajar Bustomi, dan orangtuanya. Iqbaal bertanya tentang gaya pacaran orangtuanya dulu.
"Bagi saya masa pacaran anak 90an itu unik. Ngapel harus ke rumah, telefonan, dan ketemu di sekolah. Enggak ada handphone namun interaksinya malah bagus. Selama shooting saya bahkan menghapus fitur chatting dan menutup akun media sosial. Saya hanya pakai Whatsapp karena kerjaan di situ semua," kata Iqbaal.
Sementara Pidi mengatakan, dia puas dengan film Dilan 1990. Menurut dia, apa yang akan ditayangkan di bioskop adalah yang terbaik yang bisa dia lakukan bersama rumah produski Max Pictures.
"Jika filmnya berlanjut, pemainnya tetap mereka berdua. Mereka bagus. Ada yang complain kenapa Iqbaal yang jadi Dilan, enggak cocok katanya. Padahal awalnya saya penginnya Indro Warkop. Jadi mendingan Iqbaal kan," kelakar Pidi.
Artikel "Sinopsis Film Dilan 1990: Manisnya Kisah Cinta Anak SMA" ini bersumber dari laman PikiranRakyat 18 Januari, 2018. Dengan penulis mbak Windy Eka Pramudya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar